Sekilas Cerita Tentang Panen Kopi

Seorang petani sedang memetik kopinya

Panen merupakan waktu yang membahagiakan bagi para petani, waktu yang memberi senyum sumringah pada tiap pemiliknya karena lelah yang selama beberapa bulan ke belakang melakukan perawatan akhirnya terbayarkan termasuk saya di dalamnya. Sebetulnya ulasan ini saya tulis waktunya saya memetik kopi di kebun namun karena hujan tak kunjung reda dari pagi hingga sore akhirnya kegiatan petik – memetik hari ini di tunda serta di ganti dengan tulis – menulis dimana urusan petik memetik akan kita sambung esok hari jika cuaca mendukung. Memang musim panen di Dataran Tinggi Gayo itu sering berhadapan dengan musim hujan yang membuat badan kita sering menggigil akibat kedinginan di saat melakukan panen. Tidak jarang terjadi lagi senang – senangnya memetik kopi harus di hentikan jika hujanya terlalu deras.

Dua anak petani sedang belajar memetik kopi di kebun orang tuanya

Terkadang cerita soal panen kopi ini juga tak selamanya memberi senyuman yang indah sesuai harapan ada kalanya harus mengelus dada karena berhadapan dengan harga yang tidak sesuai harapan dan sering terjadi fluktuatif akibat berbagai factor misalnya musim panen dua tahun ke belakang yang di hantam oleh Covid 19 dan factor lainya. Pada kasus – kasus tertentu semangat musim panen juga bisa berubah menjadi sedih seperti yang pernah di alami oleh tetangga saya dan beberapa orang lain karena kopi yang ia petik dan di kumpulkan dalam karung justru hilang di curi orang atau kebunya sudah duluan di petik. Kasus – kasus seperti ini sesekali pernah terjadi meski tidak sering karena pelakunya bakal di intip banyak petani.

Sentra produksi kopi itu jauh di kampung – kampung dan daerah pegunungan yang terlihat di lintas jalan raya atau dekat kota itu hanya bagian kecilnya saja sisanya berada jauh di pelosok – pelosok. Jalan yang di tempuh ke area kebun – kebun kopi itu lebih banyak jalan setapak atau jalan yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua berlumpur, berkubang dan licin. Terjatuh ketika membawa segoni kopi gelondong itu pemandangan yang sudah biasa, melihat emak – emak balapan di jalan berlumpur dengan beban bekal makan siang dan perlengkapan lainya di belakang kendaraanya juga sudah hal biasa. Menelusuri jalan setapak setiap hari di tambah dengan dinginya cuaca sudah menjadi bagian hidup para petani kopi di kampungku.

Jalan ke kebun kopi

Rasa dingin yang menusuk meski telah memakai jaket dan mantel plastik, tangan dan jari – jari hingga terasa kebas, terpeleset akibat licin, jatuh akibat jalan setapak yang licin kecuali lahanya datar. Ngangkatin karung yang berisi cherry kopi merah dan bisa membuat tulang berbunyi serta detak jantung dan nafas agak cepat merupakan hal yang biasa yang di alami petani pada saat musim panen kopi. Mengitari pohon kopi dan memetik satu per satu atau per bonggol jika cherrynya sudah merah semuanya serta di lakukan menurut baris tanaman kopi begitulah sekilas para petani melakukan pemetikan kopi di kampung saya yang di lakukan secara manual bukan dengan mesin.

para petani sedang memetik kopi

Lalu berapa banyak sehari rerata petani bisa metik kopi? Sebelum saya meguaraikan lebih jauh bahwa saya sendiri tidak banyak bisa memanen atau memetik kopi dalam sehari dan dari sekian banyak pekerjaan di kebun kopi, urusan petik termasuk jenis pekerjaan sebisa mungkin saya mengajak orang lain kecuali sudah terpaksa. Saya lebih senang melakukan perawatan di banding pemetikan meski pekerjaanya terkadang jauh lebih berat di banding memanen atau memetik. Tiap orang punya kemampuan kecepatan berbeda dalam memetik kopi tapi biasanya para juaranya lebih banyak perempuan di banding laki – laki, saya sendiri tidak tau alasanya apa padahal bentuk tangan dan jumlah jari – jarinya sama tapi hasilnya bisa beda?. Secara garis besar rata – rata petani mampu memetik kopi dalam sehari 5 kaleng hingga 9 kaleng pada saat musim panen puncak bahkan ada yang lebih tapi sangat jarang. Di Dataran Tinggi Gayo alat takar yang di gunakan untuk memetik kopi itu sebutanya kaleng dimana satu kaleng itu sama dengan 10 bambu.

Kopi – kopi yang sudah di panen kemudian di takar dan di masukan ke dalam karung dan di angkut ke gubuk sebelum di olah. Sebagian petani mengolah kopinya sendiri hingga jadi green bean namun tidak sedikit juga menjualnya langsung dalam bentuk cherry (Kopi Gelondong). Bagaimana para petani mengolah kopinya secara mandiri atau langsung menjualnya ketika masih dalam bentuk cherry (kopi gelondong) akan kita ulas secara khusus di sesi berikutnya.

Tumpukan Kopi Gelondong (Cherry) 

Posting Komentar untuk "Sekilas Cerita Tentang Panen Kopi "